Prawacana oleh Penerjemah Indonesia
Prawacana Oleh Penerjemah Indonesia
Pamflet ini adalah kumpulan tulisan-tulisan dari sang egois ekstrimis dan illegalist Renzo Novatore. Seorang anarkis individualis murni yang memberontak melawan pemerintahan kristian dan rezim fasis Italia yang sedang bergejolak pada saat itu. Berisikan 15 karya-karyanya yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia, juga tulisan dari Enzo Martucci (seorang sahabat dari Renzo Novatore) tentang perjalanan hidup sang iconoclast Novatore dan kenangannya bersamanya, serta dilengkapi dengan catatan biografis dan pengantar dari Wolfi Landstreicher. Novatore pada masa itu dengan tegas menentang gereja beserta nilai-nilainya di masyarakat. Tak heran jika ia menjadi musuh nomor satu yang dicari-cari oleh otoritas dan orang-orang yang membencinya. Hingga akhir hayatnya, hari-harinya ia isi dengan pelarian dan pemberontakan, berpindah-pindah, menyebut dirinya sebagai pengembara intelektual yang kemudian ia tuangkan di salah satu karyanya. Salah satu tulisannya yang terkenal; Menuju Ketiadaan Kreatif. 1924. berisikan syair-syair puitis revolusioner yang menghentak. Penuh kritikan dan hinaan terhadap pemerintahan borjuis-kristian, peradaban demokratis, komunis, sosialis, hingga kaum proletar yang kemudian ia sebut sebagai katak-katak proletar yang menyedihkan. Ia mengatakan bahwa, untuk keluar dari jurang terdalam pembusukan sosial, masyarakat perlu untuk menegaskan individualitasnya, yang kemudian akan mengangkat manusia keluar dari batas-batas menuju puncak tertinggi kerohanian.
Tulisannya yang pertama saya baca adalah Menuju Badai. 1919. yang saya dapat dari seorang sahabat yang juga menjadi rekan saya dalam menterjemahkan Jeritan Pemberontakan. Ucapan terima kasih yang sangat saya persembahkan untuk sahabat saya Thomas. Dari sinilah kemudian muncul niat kuat saya untuk menterjemahkan karya-karyanya yang lain dan menerbitkannya ke dalam sebuah pamflet. Sebab, sulit untuk menemukan karya-karya anarkis kontemporer seperti ini, dengan gaya penulisan yang khas dan sangat agresif, tanpa romantisme atau moralisme, bisa disebut Futurisme, gaya sastra yang muncul pada awal abad kedua puluh, yang bertujuan untuk memutuskan hubungan dengan abad lalu dan menciptakan gaya baru yang sesuai dengan perubahan besar dalam dunia baru.
Mulai saya terjemahkan ke dalam bahasa indonesia sejak pertengahan tahun 2010 dan akhirnya berhasil saya rangkumkan menjelang akhir tahun 2011. Walaupun begitu, banyak kendala yang saya temui selama proses penerjemahan teks ini. Beberapa terminologi klasik dalam bahasa itali agak sulit untuk menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Inilah kendala utama yang paling sering dihadapi saat menterjemahkan teks-teks berbahasa inggris ke dalam bahasa indonesia. Oleh karena itu, beberapa kalimat diubah untuk mencari pengganti kata yang sesuai agar lebih memudahkan menanggapi, tetapi bersamaan dengan itu saya mencoba untuk tidak meninggalkan esensinya. Pamflet ini juga merupakan revisi terjemahan yang ke tiga dari bahasa itali ke bahasa inggris yang saya dapat kembali dari situs anarchyinitaly. Besar kemungkinan terjadi proses distorsi atau perubahan-perubahandi dalam karya-karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa selama beberapa tahun terakhir ini oleh berbagai kelompok dan individu-individu. Begitu pun pamflet ini, juga akan kehilangan originalitasnya. Saya tidak bisa memastikan atau menjanjikan kesempurnaan sejak saya menyadari kemampuan dan keterbatasan saya seorang diri.
Menentukan padanan kata yang paling tepat untuk menterjemahkan Toward The Creative Nothing yang aslinya dalam bahasa italia berjudul Verso il Nulla Creatore ternyata tidak mudah. Butuh waktu yang lumayan lama dengan sedikit banyak pertimbangan-pertimbangan hingga akhirnya saya memutuskan Menuju Ketiadaan Kreatifsebagai terjemahan dan judul yang paling tepat dan sekaligus mewujudkan dan merefleksikan teks-teks syair di dalamnya, seperti terlihat dalam sepenggal kalimat berikut ini “The abyss awaits us, we leap into it in the end: Toward the creative nothing”.
Novatore dalam beberapa karyanya menghina dengan sangat katak-katak proletar, yaitu mereka yang terus tereksploitasi dan tertindas oleh kaum borjuis tapi tetap tenang dan mengamininya seakan-akan itu menjadi sesuatu yang semestinya. Tapi, mengapa demikian? apakah ini kenapa Ia menyebut dirinya sebagai seorang anarkis individualis? Seorang egois? atau mereka yang tak meletakkan segala kepentingannya di atas orang banyak, mereka yang memperjuangkan keinginanya atas kehendaknyasendiri.
Ia tertarik dengan teori-teori yang dijelaskan oleh Stirner, khususnya konsepsi individualisme sebagaikebangkitan ego, tujuan tertinggi bagi seseorang dengan mengingat kepentingannya sendiri dankemudian mendefinisikan dirinya sebagai seorang "Individual One". Oleh karena itu, dari tahun 1908 dan seterusnya, ia menganggap dirinya sebagai seorang anarkis-individualis, seorang dengan pengaruh nihilis yang kuat.
Beberapa kutipan khas pemikiran Novatore adalah:
"Saya seorang anarkis-individualis, jadi saya tidak mau dan tidak akan mendukung perjuangan komunisme ateistik, karena saya tidak percaya pada elevasi agung orang-orang banyak dan saya menolak realisasi Anarki dipahami sebagai suatu bentuk kehidupan sosial bagi manusia. "
“Anarki bagi saya adalah jalan untuk mendapatkan realisasi manusia individual. Manusia Individual bukan berarti realisasi anarki. Jika itu benar, anarki tetap akan menjadi momok, jika impian manusia lemah akan anarki sebagai tatanan sosial, manusia yang kuat akan mengamalkannya sebagai Individualisasi.”
Salah satu pendapatnya adalah bahwa manusia, sebagai warga negara dan anggota masyarakat, selalu terancam oleh dua "momok" sosial: hak asasi manusia, yaitu Negara dan Kristus, itulah agama.
Ia menegaskan bahwa:
"Salib Kristus melambangkan KEMUNGKINAN kamu untuk menjadi MANUSIA, sedangkan’ hak-hak manusia’ melambangkan hal yang sama. Untuk Mencapai kesempurnaan yang pertama kamu perlu untuk menuhankan, yang kedua memanusiakan. Tetapi kedua hal tersebut jelas menyatakan ketidaksempurnaan manusia-individual. Ego sejati menegaskan bahwa hanya melalui realisasi ideal manusia dapat naik ke puncak kesempurnaan magis.
Kristus berkata kepadamu: “jikalau kau akan dengan sabar menunggu kesunyian kalvari untuk kemudian memakumu diatas salib, menjadi sosok seperti AKU, sang MANUSIA TUHAN, Kau akan menjadi manusia yang sempurna, layak duduk di sebelah kanan Bapa saya yang berada di kerajaan sorga”.
Dan Revolusi Perancis berkata kepadamu: Aku akan menyatakan hak-hak manusia. Jikalau kau akan dengan tulus masuk ke beranda (gereja), simboldari keadilan sosial manusia untuk menghaluskan dan memanusiawikan-mu melalui norma-norma moral kehidupan sosial, Kamu akan menjadi warga negara dan aku akan berikan hak asasimu, menyatakanmu sebagai manusia.
Tapi bila ada yang berani melemparkan nyala api ke atas salib dimana sang manusia Tuhan tergantung dan meja dimana hak asasi manusia dicatat miring untuk kemudian bersandar pada kemurnian kekuatan merdeka dari pusat poros kehidupan individual, ia akan menjadi seorang penjahat tidak beriman yang akan dibuang ke dalam rahang berdarah dari dua momok sosial menyeramkan: ketuhanan dan kemanusiaan.
Di sebelah kanan api sulfat dan jurang kekal neraka menghukum DOSA, disebelah kiri, bunyi membuat tuli dari gilotin menghukum KEJAHATAN.
Jadi, untuk agama dan Negara, manusia tidak akan pernah sempurna kecuali jika kau memutuskan untuk berlutut di depan dua momok sosial.
Novatore menganggap kerja-upahan hanyalah bentuk yang lebih halus dari perbudakan, dan ia sering berkata, ketika melihat pekerja yang lusuh dibalut keringat dan debu: "Apakah dia seorang manusia?." Jadi dia pikir, dalam filsafat pribadinya tentang hidup, bahwa ia memiliki hak untuk mengambil alih dari orang-orang kaya apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup sehari-hari, dan menggunakan paksaan bukan-lah masalah baginya. Ia kemudian menulis:
Aku bukan pengemis […]Aku hanya mengambil apa yang berhak untuk aku ambil dengan daya kemampuan-ku.
Pada bulan Mei 1919, kota La Spezia berada di bawah kendali Komite Revolusioner memproklamirkan diri, yang dirampas polisi dan pasukan borjuis selama beberapa minggu. Meskipun seorang individualis, Novatore (yang masih buron) berada di garis depan Komisi karena ia percaya bahwa hal yang paling penting adalah untuk menyalakan api revolusi di antara orang-orang dan memulai pemberontakan yang radikal menentang apa yang disebut status quo. Ia berkata.
-“Kau menantikan revolusi? Baiklah kalau begitu! Aku sendiri sudah mulai sejak lama! Bila kau telah siap –Oh, tuhan, betapa ini penantian yang tak ada habis-habisnya!– aku tidak keberatan berjalan denganmu untuk sementara! Tapi ketika kau berhenti aku akan melanjutkan kegilaanku dan berjalan dengan jaya menuju penaklukan besar dan mulia atas kehampaan!
Novatore, setelah pemberitahuan yang jelas bahwa tidak ada lagi tempat baginya di masyarakat, memiliki dua pilihan: bergabung dengan gerakan fasis dan menjadi warga negara yang baik, satu lagi domba di antara para domba atau melarikan diri ke Perancis seperti yang banyak dilakukan oleh rekan-rekannya yang lain. Novatore memilih pilihan ketiga: menjadi bandit dan pemberontak, berjuang hanya untuk dirinya sendiri di atas tebing dari setiap lembaga manusia. Tentu saja, meninggalkan istri tercinta, anak dan sahabat-sahabatnya adalah pilihan yang sulit baginya, tapi ia adalah seorang anarkis koheren sejati. Pada musim panas tahun 1922 ia bergabung dengan gerombolan perampok inspirasi anarkis yang terkenal: Sante Pollastro, dan dicari oleh polisi sebagai musuh masyarakat meskipun usianya masih muda.
Novatore menikah dan memiliki dua anak pada saat itu. Pada bulan-bulan terakhir tahun 1918, putranyawafat, Novatore kembali ke rumahnya, mempertaruhkan penangkapannya hanya untuk memberikan ucapan perpisahan yang terakhir kepada jenazah si kecil. Kemudian ia pergi lagi. Selama musim panas 1919, Italia diguncang oleh sejumlah protes besar, pemogokan dan pemberontakan setempat terhadap kebijakan pemerintah yang mendatangkan malapetaka, represi berat dari polisi, biaya hidup yang tinggi dan kondisi menyedihkan dari kaum pekerja.
Peradaban industri kapitalis akan mencapai senjanya, dan ketika saat itu tiba, jiwa-jiwa bebas akan merayakan kegembiraannya dengan sebuah balada dan tarian senjakala.
Makassar 2012
Hidayat
Swatantra@riseup.net
9.5.11
Menuju Badai
dengan kepala mengangkat dan segalanya
kami dapat melakukannya, kami tidak akan meninggalkan
sebelum kami menyelesaikannya.
– W. Goethe
Kami menjadikan pena merah membara dalam api vulkanik dari roh ketiadaan kami;
Kami membenamkannya dalam semangat hati kami, membengkak bersama darah pemberontakan dan, dalam roh atheis kami yang menyala, kami menulis, kami menulis…kami lalu menuliskan, dengan begitu cepatnya, tanpa melalui penelitian literasi, tanpa melalui ideologi teoritik yang menjijikkan, tanpa kefanatikan dan omongan tolol yang begitu sentimental dari mereka yang histeris dan para politikus, hanya terbungkus di dalam mantel hasrat kami yang penuh marah!
Kami hanya menuliskan kata dari darah, api dan cahaya!
Memekik, menggembalakan pena kasar yang menyala dan segala energi pada tulusnya kertas putih ini,
Seperti lidah berbisa yang menyentuh lembutnya tenggorokan dari anak tak berdosa untuk memberi, racun, kematian. Menjauhlah, menjauhlah dariku segala ideologi, teosofi, filosofi dogmatis dan politik ; menjauhlah setiap sistem pra-kedaulatan: Semua itu telah jatuh terbakar di bawah api perusak dari roh ketiadaanku.
Aku adalah nihilis sempurna, seorang ateis radikal.
Tidak hanya mulai hari ini, tidak, apa yang aku temukan, apa yang aku singkapkan,
Telah kuketahui bahwa yang unik, adalah satu-satunya, bingkai terindah dalam kebebasan yang Berdiri tegak,
khidmat dan keagungan individualitas manusia adalah kehampaan, kehampaan sejati!
Tak satu penjara mengerikan pun yang akan mampu mengunci roh pemberontakan dan ikonoklastik milikku; tidak juga hari ini atau pun sebelumnya!
Saat ini ketika bel waktu raksasa telah dibunyikan dan telah bersuara demikian hebatnya hingga mampu mematahkan kerasnya leher para idiot itu adalah berasal dari kehampaan
Yang harus meloncat penuh amarah di luar ruas-ruas membara dari api yang menghitam,
Dalam dorongan hasrat atas spontanitas pemberontakan akan membentuk gemericik gumpalan api, datang mendahului wajah setiap orang, akan memberikan pengumuman pertama atas akhir kehancuran. Inilah saat dari kebencian yang begitu tergesa-gesa, suatu kegelisahan yang begitu buruk!
Inilah saat yang akan mendahului masa surgawi dari tragedi yang sedang mendekat,
Yang akan memberi kita kematian dan kemegahan heroik.
O waktu yang diberkahi yang memberikanku segala intensitas semangat yang begitu tergesa, aku mencintaimu!
Takkan kuberikan kepahitan yang kau berikan bagi semua manisnya dunia yang hanya sedikit saja; Takkan kuberikan demam yang kan meruntuhkan kuilku dan membakar kuilku,
Yang membakar dahiku, demi ketenangan dan kedamaian dari semua manusia yang keji!
O setan ilhami aku! Kau mengilhami aku O saudara suciku!
Beri aku kekuatan neraka tuk menyalakan semua roh perawan itu, yang masih belum
terbakar dalam ampas kotoran teori menyesatkan; Jadikan aku mampu menggenggam dengan keras segala pecinta heroik dan kemegahan libertarian atau kematian yang begitu berani.
Namun semua itu pasti! Semua itu harus terjadi! Jiwa-jiwa yang ketakutan itu dengan tenangnya berbaris bersama teman-teman suci dan tuhan kebajikan mereka yang tolol
Tetapi kita berbaris!
Telah tiba waktunya untuk berbaris bagi mereka, yang mendominasi segala yang ideal,
Yang telah menjadi simbol dan inkarnasi. Terbungkus di dalam siksaan kami yang begitu suci,
Kami akan mulai mencumbu, bersama kenyataan, kami akan menyatakan pada manusia
dimana jalan yang kan membawa kita pada cahaya baru! Kami pasti jatuh??
Tidak masalah! Kami menghendaki pembebasan dari hidup tolol yang merendahkan ini,
dari perbudakan, dari watak seorang budak, dimana disana berdiri manusia yang harus kami sembah dan jiwa berbicara tertunduk, merendahkan suara, layaknya berdoa.
Kita harus membunuh filosofi Kristen dalam makna katanya yang paling radikal.
Berapa banyakkah yang berjalan menyelinap di dalam peradaban demokratis (Inilah bentuk kerusakan paling sinis dari kebejatan Kristen) dan itu kan terus berlangsung menuju negasi kategorikal dari individualitas manusia.
“Demokrasi ! mulai saat ini kita telah berpendirian bahwa hal itu bermakna seperti yang dikatakan oleh Oscar Wilde bahwa Demokrasi mengartikan orang-orang yang memerintah orang lainnya dengan pukulan tongkat demi cinta orang lain”.
Menentang semua yang menyuarakan saatnya insurgensi dan bukan hanya dengan sejumlah rengekan teoritik tak menyenangkan sekaligus menjijikkan dari domba-domba itu….
Lebih banyak lagi keinginan dalam senjakala peradaban penuh darah ini yang telah mencapai masanya!
Salah satu dari kematian atau pun fajar yang baru, dimana individualitas akan hidup di atas segala hal.
Aku telah lupa akan segalanya, sungguh tak lupa : melampaui (dan aku mengetahuinya bersama apa yang selama ini menyiksa), juga cukup melampaui cinta bagi teman-temanku serta cinta mendalam terhadap anakku. Buku-buku milikku…yang terpenting melebihi segala yang ku cintai kini tertidur nan jauh di sana, jauh dariku; mungkin jauh dalam sebuah rumah tua, bersama peti besar, mungkin juga tertutupi debu, mungkin bermandikan air mata kawan-kawan ku tercinta.
Namun juga cinta kepadamu, oh…buku-buku ku tercinta, o obor cahaya dari gagasanku, telah dilewati! Saat ini! Aku merasa dalam diriku ada sesuatu yang lebih kuat dari semua cinta, yang menciumi jiwaku dengan semua panas dari pesona tak tertahankan….
Pada fragmen-fragmen dari semua yang telah kuhancurkan bersama negasi, sebuah keyakinan telah lahir.
Keyakinan tentang ketidakmungkinan yang berubah menjadi mungkin dari dasar negasiku, atau purifikasi penghabisan, sungguh nyata, yang berada di antara nyala api dari katastropis paling akhir, begitu tragis dan menyelamatkan. Saat ini ku mencoba satu jam saja mendekap anarki penuh amarah, untuk saat itu kan ku berikan seluruh mimpi ku, seluruh cinta ku, seluruh hidup ku. Tetapi waktunya kan tiba! Oh, itu kan tiba! Dan jika waktunya belum lah datang kan ku berikan secara sukarela pada tangan-tangan kanibal masyarakat idiotik nan buas itu yang telah menghadirkan padaku sebaris kalimat kematian yang sangat sempurna (agar aku diingatkan untuk menggenggam ide superior yang berguna untuk mengajarkan bahwa kemerdekaan suci atas AKU adalah sesuatu yang jauh lebih indah dan lebih hebat dibandingkan perang mereka yang buas) dan aku ingin ditembak dengan sinis dalam tanda kejijikan mendalam terhadap diriku sendiri dan kepengecutan seluruh umat manusia yang tak bernama.
Beri salam pada “LIBERTARIO” yang telah bangkit dan INSUREKSI selanjutnya yang kan datang, dengan rasa persaudaraan kujabat tangan para pemberontak sejati dari beragam tendensi !
Saat ini malam tuk beraksi !
Dari bunga api paling awal aku kan berada di sampingmu…………..
Renzo Novatore. Menuju Badai. 1919
(terbit di “Il Libertario”, La Spezia, a.XVIII, n.721, 27 February 1919
Terjemahan oleh Penari Senja 2010
Sumber : https://sites.google.com/site/anarchyinitaly/renzo-novatore/toward-the-hurricane
Tidak ada komentar:
Posting Komentar